Kamis, 19 September 2013

Sepenanggungan (Part 1)

Jakarta, satu malam di kolong jembatan Tendean, Macet seperti biasa di bulan Maret yang basah itu.
Mobil Innova abu2 ini masih berkutat agar bisa masuk kedalam rombongan yang bakal bisa lolos dari kolong ini, bersama kopaja Dan metromini S75.

Kala itu gue dan si Mas sedang ngobrol soal cohesion, kalau dari sudut pandang Fisika itu berarti bagaimana molekul dalam satu zat yang sama Saling berikatan kuat, hingga bahkan mengalahkan ikatan dengan molekul zat yang berbeda: Hal yang membuat air raksa di termometer gak nempel ke dinding Kaca tapi justru berkumpul kuat ditengah.

Kalau soal daily life, yang dimaksud adalah solidaritas.
Gimana sebuah persahabatan, ikatan, partnership, atau apapun lah itu bentuk kerjasama baik antara orang2 dapat menjadi kuat Dan saling mendukung.

Apa yang bisa bikin dia kuat?

"Karena selalu bareng kemana-Mana?"
Nope.
"Karena punya Tujuan yang sama?"
Nope. Belum Ada tanda iya mengiyakan

Oke, jawaban ketiga, Lást chance
"Sama-sama punya similar point of víew soal their lives?"

"Masih salah juga, lo gimana sih.... Baru ngalamin juga."
Ya, waktu itu gue baru mengalami sebuah proses yang membuat gua merasa telah memiliki sebuah keluarga baru.

"Itu gara-gara lo udah ngalamin segala macem bareng-bareng. Seneng iya, pahit iya, pengaĺaman yang sama, yang bikin lo tahu apa yang temen-temen lo pikir Dan rasain. Rasa seneng Dan comfort karena lo gak sendirian. Dan karena lo juga give some light to them, Buat temen2 lo pikir mereka gak sendirian juga."
"Lo baru aja ngalamin the lowest point, sekarang mulai seneng, tapi siap-siap aja kalau Ada halangan nantinya, lo harus bisa keep the spirit yang pas kemarin itu, bikin kalian bisa jalan bareng."

I keep those words until now, ketika percakapan Rabu Malam itu sudah berumur kira-kira 1.5 tahun sekarang.
And since then, gue sudah mengalami berbagai hal dengan berbagai kawanan teman yang berbeda, in which one of those, yang sedang menjadi topik pembicaraan di Rabu Malam itu, gue merasa cukup Gagal untuk menjaganya.

Lebih parah lagi karena gue harus meninggalkannya di momen-momen Paling kritis, yang membuat gue merasa gue akan di pajang sebagai one of their biggest problems ever. Tapi yang sudah terjadi ya sudah terjadi. Damen damen pari pari, gemiyen gemiyen siki siki (maaf kalau tulisanny salah). Yesterday is yesterday, what matters is today.

Sekarang gue encounter topik yang sama.
Dan hal tersebut datang dari arah yang Paling gue gak duga-duga.

Gimana gak? Lebih gak one of a kind apa lagi Coba, menjadi the first and the only Indonesian high school boy yang dilempar ke Ceko, knowing nothing except what I can read...
Dan ketika ngeliat anak-anak AFS lain yang didamparkan setahun di negeri ini, ternyata yang sendirian hanya... Tiga: Šatů dari Serbia, yang mungkin gak jauh bedanya dengan Ceko, šatů dari Honduras Dan šatů dari Republica Dominica, where they still have friends, from the Latino world.

I will be the one looking from a totally different pair if glasses.
Yup, its not only idiomatic, its a literal sentence. Bukan cuman secara arti, tapi juga secara harfiah, karena kacamata frame kotak tebal nan Gede yang gue pake ini gak Ada yang pake disini (Loh?)

I have my Thai friends sih, those big bunch of mostly Krung Thep Maha Nakhon Amon Rattanakosin (baca: Bangkok) girls. But still we do have differences.

Tapi nun jauh sekitar 1000 kilometer di tenggara, Ada seorang manusia yang merasakan hal yang gak jauh berbeda dengan gue.

Serupa tapi tak sama.

Dan gebleknya, semua diawali dengan CAPS LOCK YANG JEBOL.
Yang bikin gue kaget, Dan merasa bener-bener terpanggil.



Sempet agak khawatir sih, what happened With this girl
Tapi ya kali sepenting itu. Wong ada keluarga juga doi.

But that was just the start of a chat, and later a long talk...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar