When first I was offered the idea of changing Science lessons to Language lessons, I was really enthralled.
Gimana gak bro, lo menukar sesuatu yang lo sama sekali gak ngerti Dan cuman bisa ngeraba2 sisa2 pelajaran di Indonesia yang masih nyantol di kepala lo dengan sesuatu yang bukan cuman baru, tapi juga mempertahankan skill tanpa keluar duit tambahan.
At first it seemed like a very great solution. Buang rugi untung dapet, kayak lo bisa cashback buah busuk sama buah yang kualitas ekspor.
But now the idea seemed a little bit challenged by my smáll mind.
Why? Gua sudah mulai merasa pewe dengan kelas gue.
Sementara kalau ikut kelas Bahasa gua bisa dapet dengan anak2 yang lebih muda dari gue, atau yang lebih tua.
And Arkanisme pun datang, entah dengan makanan, cewek, tempat, atau apapun itu. Kalau sudah mulai lengket susah dilepas. Mungkin gak bakal pernah dilepas. Loyauté jusqu'au mort. Setia sampai mati.
Dan according to some people (Mami doang sih), that it was the trend in former years... Tapi itu ternyata bikin beberapa masalah
Buat anaknya sendiri, buat sekolah, Dan AFS.
Mostly the biggest problem is:
1. Cohesion, prie du corps, alias rasa solid dan melekatnya anak2 ini kurang. Gara2 selalu ganti kelas dan mereka tentu gak bisa spend time With all of them. So, hubungan d sekolahny kurang.
2. Of course, masalah awal tadi Buat orang2 yang rajin belajar. Untuk orang2 yang punya mindset going to exchange adalah 10 bulan liburan....
Itu d terjemahkan sebagai kesempatan Cabut
But today I will solve this thing, bu Štěpánka mau manggil ane abis nanti Angličtině (bahasa Inggris)
Hopefully pilihan yang terbaik yang bisa dipilih.
And kalaupun bukan yang terbaik, semoga bisa membuat gue lebih baik. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar